Pemilik Gudang yang Ketahuan Nimbun Beras Didenda Rp 50 M
Rabu, 25 Februari 2015 | 08:06
Kementerian Perdagangan (Kemendag) bakal melakuÂkan audit ke semua gudang beras milik pedagang. Jika ditemukan ada yang menyimpang, bakal dikenakan denda hingga masuk bui.Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina mengungkapkan, pihaknya mengendus ada permainan pedagangan yang menyebabkan harga beras melambung tinggi.
"Kemendag akan menugaskan PT Sucofindo untuk mengaudit semua gudang beras yang dimiliki pedagang. Langkah itu untuk menghindari pedagang yang menimbun beras di gudang dan untuk mengetahui jumlah stok yang ada," katanya, kemarin.
Berdasarkan data Kemendag, terdapat 14.000 gudang di seluruh Indonesia yang terdaftar. Sucofindo akan mengaudit semua gudang itu maupun gudang-gudang yang tidak terdaftar.
Srie mengungkapkan, dalam inspeksi mendadak (sidak) beberapa waktu lalu, sebenarnya Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel sempat menemukan adanya gudang yang melakukan penimbunan. Namun, Mendag tidak langsung menindak karena masih memberikan peringatan.
Menurut dia, jika dalam audit yang dilakukan Sucofindo terbukti ada pelaku usaha yang melakukan penimbunan, pihaknya akan menindak tegas dengan melakukan tindakan hukum sesuai Undang-Undang Perdagangan.
Srie menegaskan, pelaku penimbunan akan dikenakan sanksi mulai dari pencabutan izin usaha, denda Rp 50 miliar hingga penjara selama lima tahun.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) AAG Puspayoga mengatakan, masalah kelangkaan dan mahalnya harga beras tidak jauh beda dengan masalah pupuk bersubsidi. Karena itu, dalam penyaluran beras juga perlu melibatkan koperasi.
Puspayoga juga tak menampik adanya praktik kecurangan pengoplosan baik beras maupun pupuk di Indonesia.
"Itu namanya subsidi oplos. Beras atau pupuk dioplos menjadi barang yang biasa kemudian dijual ke pasar. Harga jualnya itu harga pasar," ujar dia.
Puspayoga bercerita, kasus pengoplosan terjadi dengan mengganti plastik kemasan pupuk atau beras yang diganti oleh si pelaku menjadi barang non subsidi dengan harga jual normal di pasaran.
Anggota Komisi IV DPR Rofi' Munawar mengatakan, kenaikan harga beras yang sudah terjadi hampir sebulan terakhir disebabkan produksi dan distribusi yang terganggu. Kondisi itu ditambah buruknya pengelolaan tata niaga dan manajemen stok pemerintah.
"Operasi pasar telah dilakukan Bulog, namun belum dapat menekan harga di pasar karena tidak merata dan massif," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Rofi' menilai, lonjakan harga beras yang terjadi saat ini lebih banyak dipengaruhi faktor non produksi, seperti dampak bawaan fluktuasi kenaikan harga BBM yang berpengaruh kepada ongkos giling gabah dari Rp 600 per kilogram (kg) menjadi Rp 800 per kg.
Selain itu, kenaikan juga dipengaruhi naiknya upah buruh tani, dari yang semula Rp 50.000 per setengah hari menjadi Rp 60 ribu. Kemudian, ongkos transportasi dan logistik juga naik.
Menurut dia, sebenarnya situasi itu dapat dihindari jika peran Bulog dapat dimaksimalkan secara optimal sebagai stabilisator harga beras dan meningkatkan daya serapan padi di masa panen raya.
Bulog juga perlu kreatif memiliki kemampuan untuk melakukan intervensi terhadap pasar dan mengefisienkan jalur-jalur distribusi yang hanya terkonsentrasi pada pihak tertentu.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menuding adanya mafia beras di balik lonjakan harga beras saat ini. ***
sumber http://ekbis.rmol.co